Pages

Banner 468 x 60px

Tingginya Penolakan Kenaikan BBM

0 komentar
LINGKARAN Survei Indonesia (LSI) merilis 86,60 persen rakyat Indonesia menolak rencana pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM). Bahkan, 87,41 persen pemilih Partai Demokrat --partai penyokong pemerintah -- tidak menyetujui dengan kebijakan yang akan berlaku per 1 April mendatang.

Lansiran hasil survei LSI ini cukup mencengangkan, mengingat ini tergolong angka penolakan tertinggi sepanjang sejarah kenaikan harga BBM. LSI pernah melakukan tiga kali survei soal kebijakan kenaikan BBM ini, hasilnya: penolakan terhadap kebijakan menaikkan BBM selalu di atas 70 persen. Pada 2005, ada 82,3 persen masyarakat menolak, 2008 ada 75,1 persen, sedangkan 2012 melonjak hingga 86,60 persen.

Melihat angka-angka tersebut, sepertinya pemerintah dan instansi lain yang berkompeten mesti segera melakukan langkah-langkah sosialisasi terpadu dan terarah. Disamping menyiapkan program kompensasi bagi masyarakat tidak mampu yang dipastikan juga akan terkena imbas dari kenaikan harga BBM.

Kenaikan harga BBM ini, seperti yang disampaikan oleh pemerintah, memang tidak bisa dihindarkan. Mengingat harga minyak dunia sudah melambung tinggi dan sangat berat bagi APBN untuk menopang subsidi. Padahal, kebanyakan masyarakat penerima subsidi BBM ini adalah masyarakat golongan mampu.

Namun demikian, dampak ikutan atas kenaikan harga BBM ini pantas untuk diantisipasi. Hari ini saja sudah tersiar kabar bahwa sejumlah bahan kebutuhan pokok seperti cabai sudah merambat naik. Bisa dibayangkan jika per 1 April mendatang BBM dinaikkan, maka sudah bisa dipastikan kenaikan harga bahan kebutuhan pokok lainnya pun segera terjadi.

Pemerintah memang sudah menyiapkan skema kompensasi, mulai dari Bantuan Langsung Tunai (BLT) hingga program lainnya. Nah, yang sekarang ini dibutuhkan adalah birokrasi di daerah-daerah harus segera bekerja untuk mensosialisasikan sekaligus memberikan arahan bagaiman program kompensasi ini tepat sasaran dan tepat waktu. Jangan sampai program kompensasi justru diselewengkan atau tidak tetap waktu. Saat BBM sudah naik, masyarakat belum juga menerima kompensasi.

Bulan April sebentar lagi, tapi kelihatannya pemerintah masih pikir-pikir. Belum terlihat gerakan yang massif untuk sosialisasi atau bahkan menyiapkan sekadar data tentang orang yang pantas mendapat program kompensasi ini. Mungkin saja pemerintah masih mengkalkulasi di atas kertas berbagai dampaknya seperti laju inflasi dan lain-lain. Namun, saat ini di lapangan, masyarakat sudah resah dan mulai melakukan hukum pasar. Buktinya, sejumlah bahan kebutuhan pokok sudah merambat naik.

Sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar